Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi anemia gizi besi, diawali lebih dulu dengan keadaan kurang gizi besi (KGB). Apabila cadangan besi dalam hati menurun tetapi belum parah, dan jumlah hemoglobin masih normal, maka seseorang dikatakan mengalami kurang gizi besi saja (tidak disertai anemia gizi besi). Keadaan kurang gizi besi yang berlanjut dan semakin parah akan mengakibatkan anemia gizi besi, dimana tubuh tidak lagi mempunyai cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam sel-sel darah yang baru (Soekirman,2000).
Terdapat beberapa parameter untuk mengukur proses terjadinya pentahapan dari kurang gizi besi ke anemia gizi besi. Untuk mengetahui adanya penurunan atau deplesi cadangan besi tingkat ringan diukur dengan kadar feritin dalam serum darah yang menurun. Pada tahap berikutnya dapat terjadi deplesi besi yang lebih parah sehingga dapat mengganggu pembentukan hemoglobin baru, tetapi kadar hemoglobin masih normal, dimana pada tahap ini diukur dengan menurunnya transferin saturation dan meningkatnya erythrocyte protoporphyrin. Tahap berikutnya terjadi anemia gizi besi yang diukur dengan kadar hemoglobin atau hematokrit yang lebih rendah dari standar normal WHO (Soekirman, 2000).
Batasan hemoglobin untuk menentukan apakah seseorang terkena anemia gizi
besi atau tidak sangat dipengaruhi oleh umur. Untuk anak-anak umur 6 bulan-5 tahun,
Universitas Sumatera Utara dapat dikatakan menderita anemia gizi besi apabila kadar
hemoglobinnya kurang dari 11 g/dl, umur 6-14 tahun kurang dari 12 g/dl, dewasa laki-laki kurang dari 13 g/dl, dewasa perempuan tidak hamil kurang dari 12 g/dl, dan dewasa perempuan hamil kurang dari 11 g/dl (Soekirman, 2000).
Luasan Masalah Anemia Gizi Besi
Iron Deficiency Anemia (IDA) atau lebih dikenal dengan sebutan anemia gizi besi
merupakan salah satu masalah gizi yang penting di Indonesia. Masalah anemia gizi besi
ini tidak hanya dijumpai dikalangan rawan seperti anak-anak, ibu hamil, dan ibu yang sedang
menyusui, tetapi juga diantara orang dewasa terutama golongan karyawan dengan
penghasilan rendah (Djojosoebagio,etal. 1986).
Menurut De Maeyer dan Adielstegman (1985) dalam Ross dan Horton (1998), pada tahun 1985,
sekitar 30 persen penduduk dunia (1.3 milyar) menderita anemia gizi besi.
Menurut Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992),berdasarkan hasil-hasil penelitian
di beberapa tempat di Indonesia pada tahun 1980-an menunjukan bahwa prevalensi anemia
pada wanita dewasa tidak hamil berkisar 30-40%, pada wanita hamil 50-70%, anak balita 30-40%,
anak sekolah 25-35%, pria dewasa 20-30% dan pekerja berpenghasilan rendah 30-40 %.
Sedangkan menurut Soekirman et al. (2003) menyatakan bahwa prevalensi anemia gizi besi mengalami
penurunan dari 50,9 % pada tahun 1995 menjadi 40% pada tahun 2001. Begitupun pada wanita
usia 14-44 tahun mengalami penurunan dari 39,5% pada tahun 1995 menjadi 27,9% pada tahun 2001.
untuk membaca lebih lengkap, silahkan... Baca Disini okayy :)
0 komentar:
Posting Komentar