Saat ini, anemia gizi besi merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah. Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar haemoglobin kurang dari normal. Ini disebabkan masukan (intake) makanan yang tidak memenuhi kebutuhan, sehingga menyebabkan kurangnya cadangan zat gizi besi dalam tubuh dan mempunyai risiko kemampuan belajar anak sekolah rendah,
Prevalensi anemia gizi besi nasional di kalangan anak usia sekolah (6-10 tahun) 47,2%, sedang anak usia 10-14 tahun 51,5% (BPS Jakarta 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Kusuma Buana (YKB) pada 3.160 anak di 13 sekolah dasar di Jakarta, menemukan prevalensi anemia gizi besi berkisar antara 5,7 - 71,6% atau secara keseluruhan 49,5%. Delapan sekolah dengan prevalensi anemia gizi besi di atas 50% (antara 51,9% hingga 71,6%) dan tiga sekolah dengan prevalensi di atas 40% (antara 42,1% hingga 49,5%). Penelitian lain yang dilakukan pada murid SD Pisangan Baru 05 Jakarta Timur pada tahun 2000, juga ditemukan prevalensi anemia gizi besi cukup tinggi di antara siswanya, yaitu 69,1% (anonim, 2005).
Berdasarkan data pada kelas III, IV, dan V Sekolah Dasar Negeri No.173728 Lobutua yang mempunyai prestasi belajar baik adalah 15%, cukup 55 – 65% dan prestasi belajar yang kurang, yaitu 30 - 40%. Adapun fasilitas belajar yang dipergunakan masih kurang mendukung dalam melaksanakan proses belajar Masalah anemia gizi besi berhubungan erat dengan tingkat konsentrasi sehingga berpengaruh terhadap kecerdasan seorang anak sekolah dan pencapaian akademik (prestasi). Agar kualitas SDM kita tidak semakin tertinggal, akses pendidikan yang semakin baik perlu ditunjang oleh kinerja kesehatan dan gizi yang cukup, sehingga anak-anak usia sekolah dapat memaksimalkan potensi dirinya untuk menjadi pribadi-pribadi tangguh, berkualitas, cerdas, dan produktif.
untuk membaca lebih lanjut >> Lihat Disini... <<
0 komentar:
Posting Komentar